Kamis, 20 November 2008

Touching story from India

Istriku berkata kepada aku yang sedang baca Koran, "berapa lama lagi

kamu

baca koran itu? tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang

untuk makan."

Aku taruh Koran dan melihat anak perempuanku satu2nya,namanya Sindu

tampak

ketakutan,air matanya banjir. Di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi

susu asam/yogurt (nasi khas India /curd rice). Sindu anak yang manis dan

termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka

makan

curd rice ini. Ibu dan istriku masih kuno, mereka percaya sekali kalau

makan

curd rice ada "cooling effect". Aku mengambil mangkok dan berkata,

"Sindu

sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini?

Kalau

tidak ,nanti ibumu akan teriak2 sama ayah."

Aku bisa merasakan istriku cemberut dibelakang punggungku. Tangis Sindu

mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya dan berkata, "boleh

ayah.

Akan saya makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok, tapi semuanya

akan saya habiskan, tapi saya akan minta..." agak ragu2 sejenak. ".akan

minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. Apakah ayah mau

berjanji

memenuhi permintaan saya?"

Aku menjawab, "Oh pasti sayang".

Sindu tanya sekali lagi, "betul nih ayah?"

"Yah pasti.." sambil menggenggam tangan anakku yang kemerah mudaan dan

lembut sebagai tanda setuju.

Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama,istriku menepuk

tangan

Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, "janji" kata istriku.

Aku

sedikit khawatir dan berkata: "Sindu jangan minta komputer atau barang2

lain

yang mahal yah, karena ayah saat ini tidak punya uang." Sindu

menjawab, "jangan khawatir ,Sindu tidak minta barang2 mahal kok."

Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita

,dia

bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam hatiku aku marah

sama

istri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan sesuatu yang tidak

disukainya. Setelah Sindu melewati penderitaannya,dia mendekatiku

dengan

mata penuh harap. Dan semua perhatian (aku ,istriku dan juga ibuku)

tertuju

kepadanya. Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin/dibotakin pada hari

Minggu. Istriku spontan berkata, "permintaan gila, anak perempuan

dibotakin,tidak mungkin!" Juga ibuku menggerutu jangan terjadi dalam

keluarga kita, dia terlalu banyak nonton TV. Dan program2 TV itu sudah

merusak kebudayaan kita. Aku coba membujuk: "Sindu kenapa kamu tidak

minta

hal yang lain kami semua akan sedih melihatmu botak." Tapi Sindu tetap

dengan pilihannya, "tidak ada 'yah, tak ada keinginan lain," kata Sindu.

Aku coba memohon kepada Sindu, "tolonglah kenapa kamu tidak mencoba

untuk

mengerti perasaan kami."

Sindu dengan menangis berkata, "ayah sudah melihat bagaimana

menderitanya

saya menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk

memenuhi

permintaan saya kenapa ayah sekarang mau menarik/menjilat ludah sendiri?

Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus

memenuhi

janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi seperti Raja

Harishchandra

(raja India jaman dahulu kala )untuk memenuhi janjinya rela memberikan

tahta, harta/kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri."

Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku, "janji kita

harus

ditepati." Secara serentak istri dan ibuku berkata, "apakah aku

sudah gila?"

"Tidak," jawabku, "kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan

pernah

belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri."

"Sindu permintaanmu akan kami penuhi."

Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan

bagus.

Hari Senin ,aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak

berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum

aku

membalas lambaian tangannya. Tiba2 seorang anak laki2 keluar dari mobil

sambil berteriak, "Sindu tolong tunggu saya." Yang mengejutkanku

ternyata

kepala anak laki2 itu botak. Aku berpikir mungkin "botak" model jaman

sekarang.

Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari mobil dan

berkata,

"anak anda ,Sindu, benar2 hebat. Anak laki2 yang jalan bersama-sama dia

sekarang, Harish adalah anak saya, dia menderita kanker leukemia."

Wanita

itu berhenti sejenak ,nangis tersedu-sedu, "bulan lalu Harish tidak

masuk

sekolah,karena pengobatan chemo therapy kepalanya menjadi botak jadi dia

tidak mau pergi kesekolah takut diejek/dihina oleh teman2 sekelasnya.

Nah,

Minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya untuk

mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya saya betul2 tidak menyangka

kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish.

Tuan

dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang

berhati

mulia."

Aku berdiri terpaku dan aku menangis. Malaikat kecilku tolong ajarkanku

tentang kasih.

Tidak ada komentar: