Kamis, 20 November 2008

KISAH SEORANG IBU BERMATA SATU.
>
> Ibuku hanya memiliki satu mata.
>
> Aku membencinya... dia sungguh membuatku menjadi sangat memalukan.
> Dia bekerja memasak buat para murid dan guru di sekolah... untuk menopang
> keluarga. Ini terjadi pada suatu ketika aku duduk di sekolah dasar dan
> ibuku datang. Aku sungguh dipermalukan. Bagaimana bisa ia tega melakukan
> ini padaku? Aku membuang muka dan berlari meninggalkannya saat bertemu
dengannya.
>
> Keesokan harinya di sekolah...
> "Ibumu bermata satu?!?!".... ejek seorang teman.
>
> Akupun berharap ibuku segera lenyap dari muka bumi ini.
>
> Jadi kemudian aku katakan pada ibuku, "Ma... kenapa engkau hanya memiliki
> satu mata?! Kalau engkau hanya ingin aku menjadi bahan ejekan orang-orang,
> kenapa engkau tidak segera mati saja?!!!"
> Ibuku diam tak bereaksi.
>
> Aku merasa tidak enak, namun disaat yang sama, aku rasa aku harus
> mengatakan apa yang ingin aku katakan selama ini... Mungkin ini karena
> ibuku tidak pernah menghukumku, akan tetapi aku tidak berfikir kalau aku
> telah sangat melukai perasaannya.
>
> Malam itu...
> Aku terjaga dan bangun menuju ke dapur untuk mengambil segelas air minum.
> Ibuku sedang menangis disana terisak-isak, mungkin karna khawatir akan
> membangunkanku. Sesaat kutatap ia, dan kemudian pergi meninggalkannya.
> Setelah aku mengatakan perasaanku sebelumnya padanya, aku merasa tidak
enak
> dan tertekan. Walau demikian, aku benci ibuku yang menangis dengan satu
> mata. Jadi aku bertekad untuk menjadi dewasa dan menjadi orang sukses.
> Kemudian aku tekun belajar.
>
> Aku tinggalkan ibuku dan melanjutkan studiku ke Singapore.
> Kemudian aku menikah.Aku membeli rumahku dengan jerih payahku.
> Kemudian, akupun mendapatkan anak-anak, juga.
>
> Sekarang aku tinggal dengan bahagia sebagai seorang yang sukses.
> Aku menyukai tempat tinggal ini karena tempat ini dapat membantuku
melupakan ibuku.
> Kebahagiaan ini bertambah besar dan besar, ketika...
> Apa?! Siapa ini?!
> Ini adalah ibuku... Masih dengan mata satunya.
> Aku merasa seolah-olah langit runtuh menimpaku.
> Bahkan anak-anakku lari ketakutan melihat ibuku yang bermata satu.
> Aku bertanya padanya, "Siapa kamu?!. Aku tidak mengenalmu!!!" kukatakan
> seolah-olah itu benar. Aku memakinya, "Berani sekali kamu datang ke
rumahku
> dan menakut-nakuti anak-anakku! KELUAR DARI SINI!! SEKARANG JUGA!!!".
> Ibuku hanya menjawab, "Oh, maafkan aku. Aku mungkin salah alamat."
Kemudian
> ia berlalu dan hilang dari pandanganku.
> Oh syukurlah... Dia tidak mengenaliku. Aku agak lega. Kukatakan pada
diriku
> kalau aku tidak akan khawatir, atau akan memikirkannya lagi. Dan akupun
> menjadi merasa lebih lega...
>
> Suatu hari, sebuah undangan menghadiri reuni sekolah dikirim ke alamat
> rumahku di Singapore. Jadi, aku berbohong pada istriku bahwa aku akan
> melakukan perjalanan dinas. Setelah menghadiri reuni sekolah, aku
> mengunjungi sebuah gubuk tua, dulu merupakan rumahku... Hanya sekedar
ingin tahu saja.
> Di sana, aku mendapati ibuku terjatuh di tanah yang dingin. Tapi aku tidak
> melihatnya ia mengeluarkan air mata. Ia memegang selembar surat
ditangannya... Sebuah surat untukku.
>
> "Anakku...
> Aku rasa hidupku cukup sudah kini...
> Dan... aku tidak akan pergi ke Singapore lagi...
> Tapi apakah ini terlalu berlebihan bila aku mengharapkan engkau yang
datang
> mengunjungiku sekali-kali? Aku sungguh sangat merindukanmu...
> Dan aku sangat gembira ketika kudengar bahwa engkau datang pada reuni
> sekolah. Tapi aku memutuskan untuk tidak pergi ke sekolahan. Demi
engkau...
> Dan aku sangat menyesal karna aku hanya memiliki satu mata, dan aku telah
> sangat memalukan dirimu.
> Kau tahu, ketika engkau masih kecil, engkau mengalami sebuah kecelakaan,
> dan kehilangan salah satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa
> tinggal diam melihat engkau akan tumbuh besar dengan hanya memiliki satu
> mata. Jadi kuberikan salah satu mataku untukmu... Aku sangat bangga akan
> dirimu yang telah dapat melihat sebuah dunia yang baru untukku, di
> tempatku, dengan mata tersebut. Aku tidak pernah merasa marah dengan apa
> yang kau pernah kau lakukan... Beberapa kali engkau memarahiku... Aku
> berkata pada diriku, 'Ini karena ia mencintaiku...'
>
> Anakku... anakku..."
>
> Pesan (di atas) ini sungguh memiliki sebuah arti yang sangat mendalam dan
> dikirim untuk mengingatkan banyak orang bahwa kebaikan yang telah mereka
> nikmati selama ini adalah berkat seseorang, entah secara langsung maupun
> tidak langsung. Renungkan sesaat dan lihatlah dirimu!. Berterima kasihlah
> akan apa yang kamu miliki saat ini dibandingkan dengan jutaan orang yang
> tidak memiliki kehidupan seperti yang engkau peroleh saat ini !.
> Bawalah (selalu) ibumu dalam doa dimana saja engkau berada !.

Tidak ada komentar: